Tiba-tiba Mondok #01
Pino Bahari
Tinggalkan Komentar
KESABARAN
Layaknya anak-anak yang tinggal di
bantaran sungai pada umumnya, di sore hari yang mulai memperlihatkan ufuknya,
ia masih asyik berenang bersama teman-teman sebayanya, sore itu memang sungai
Sambas sedang memamerkan keindahannya, pantulan cahaya matahari yang hampir tenggelam, membuat air sungai
Sambas terlihat berwarna kemerah-merahan. Keraton Kesultanan Sambas, yang
menjadi kebanggan masyarakat Sambas masih berdiri kokoh di atas tanah yang
tidak jauh dari pinggiran sungai. Tidak sah rasanya bila berkunjung ke Sambas
tanpa melihat pemandangan sungai Sambas di kala senja.
Setelah puas berenang, ia duduk
ditepi sungai bersama Ahmad sahabat dekatnya sejak ia masih duduk bangku SD, mereka
berdua menikmati keindahan sungai sambas ketika matahari hampir tenggelam
sambil melihat-lihat perahu yang mondar-mandir mengankut penumpamg, kebanyakan
dari mereka adalah penduduk yang tinggal di hulu sungai Sambas.
“Li, nanti setelah lulus kamu mau melanjutkan SMA di mana?”
“Aku masih belum memutuskan, mungkin aku akan masuk SMAN 02
Sambas, atau bisa juga masuk MAN Insan Cendikia, atau malah aku berhenti sampai
SMP saja.”
“Hush, kamu jangan bicara seperti itu. Kita sebagai
generasi muda harus memperjuangkan pendidikan setinggi-tinginya.”
“Kalau kamu sendiri mau melanjutkan SMA di mana, Mad?”
“Aku ikut kamu saja, Li, rasanya aku tidak bisa kalau
harus pisah sekolah denganmu, nanti siapa yang harus membantuku mengerjakan PR
kalau kamu tidak ada, haha.”
Ali tertawa lepas mendengar jawaban dari sahabatnya itu.
“Ayo kita pulang, Mad. Sudah hampir gelap.”
Tanpa menjawab ajakan Ali, Ahmad langsung berdiri, dan
diikuti juga oleh Ali.
Setelah UN SMP selesai, dan mereka berdua lulus dengan
nilai yang memuaskan, akhirnya mereka sama-sama mendaftar di SMA 02 Sambas. Tak
butuh waktu lama untuk menunggu pengumuman keluar. Ketika mereka berdua melihat
nama-nama calon peserta didik yang diterima, tidak disangka-sangka Ali yang
secara akademik lebih unggul dari Ahmad tidak menemukan namanya tertera di
lembar pengumuman.
“Lihat, Li, namaku masuk diantara pendaftar yang
diterima.”
Dengan bahagia Ahmad memberi tahu sahabatnya itu,
sementara Ali hanya terdiam.
“Kamu kenapa, Li, kok diam saja?”
“Namaku tidak ada di list pendaftar yang di terima, Mad.”
“Ah, yang benar saja. Mungkin kamu kurang teliti, coba
baca sekali lagi!”
Ujar Ahmad kepada Ali.
“Aku sudah 3 kali membaca ulang , Mad, dan tidak mungkin
salah lihat.”
“Coba aku yang mencari, Li. Mungkin terlewat olehmu ”
Ahmad perlahan membaca lembar pengumuman itu, dan memang
benar nama Ali Prasetya tidak ia temukan.
“Maaf, Li. Aku juga tidak menemukan namamu. Lalu apa
rencanamu selanjutnya, Li?”
“Aku masih belum tahu. Aku tidak mengerti, sepertinya aku
sudah mengerjakan soal tes dengan baik.”
“Mungkin kamu kurang teliti, Li, soal tes kemaren itu
memang nampak mudah tapi bisa mengecoh kalau kurang teliti. Dan yang pasti sudah
takdirnya kalau kamu belum diterima, Allah pasti punya rencana yang lebih baik
untukmu, Li.” Ahmad berusaha menenangkan Ali.
“Ya, Mad, Semoga Allah memberikan gantinya yang lebih
baik. Kamu sendiri bagaimana, Mad? Apa kamu tetap akan masuk SMA 02 tanpa Aku?
Kamu bilang tidak bisa jika harus pisah sekolah denganku.”
Ahmad terdiam sejenak mendengar pertanyaan sahabatnya
itu.
“Sejak di bangku SD aku bermimpi bisa sekolah di SMA 02
sambas, dan sekarang itu sudah menjadi kenyataan, aku tidak mungkin
menyia-nyiakan kesempatan emas yang mungkin tidak datang dua kali ini, Aku
harap kamu paham, Li.”
“Ya aku paham, Mad. Mungkin jika aku berada diposisimu,
aku juga akan melakukan hal yang sama. Ya sudah, aku mau pulang dulu, semoga
kamu selalu diberikan kesukseskan.”
“Terima kasih, Li. Semoga kamu juga segera menemukan
sekolah yang terbaik.”
“Aamiin.” Jawab Ali.
In sya Allah bersambung, jazakallah khair yang sudah baca.
Semoga bisa dipetik hikmahnya.
Ditunggu lanjutannya mas
BalasHapusإن شاء الله
HapusDitunggu lanjutannya....
BalasHapus